Cari Blog Ini

Selamat datang di Inspirasiku

Realisasi Mimpi = Doa +Optimis + Positif Thingking+ Usaha + Mental Baja :)

Selasa, 31 Agustus 2010

Rencana Kerja VS Komitmen




Pernahkah Anda merasa bahwa perencanaan di tempat anda bekerja tidak berjalan dengan semestinya? Atau belum selesai rencana A tiba-tiba memunculkan rencana B? Dan jika rencana A mengalami kendala kemudian membatalkan rencana A.  
Setelah mendapatkan rencana B dan rencana ini tidak berjalan kemudian memilih alternative kembali untuk Rencana C. Tapi ketika diketahui rencana C tidak baik kembali lagi ke Rencana B?  Ketika kita berada di posisi tersebut dapatkah Anda memahami bahwa kita sedang mencoba untuk membuat sebuah komitmen dibalik sebuah rencana tersebut. Dan banyak orang yang akan di libatkan dalam setiap rencana kita, tentunya kita tidak ingin membuat mereka mengalami sebuah ketidak jelasan dalam merencanakan sesuatu, apalagi hal tersebut berkaitan dengan tujuan perusahaan.
Perencanaan untuk mencapai tujuan perusahaan yang optimal hendaknya didiskusikan terlebih dahulu karena rencana kerja menentukan strategi apa yang kita pakai demi kemajuan perusahaan.  Ada Banyak hal yang dapat dilakukan untuk dapat membuat perencanaan membuahkan hasil yang optimal seperti:
1.       Diskusikan terlebih dahulu kepada semua orang yang terlibat di dalam perencanaan tersebut.
2.       Hendaknya setiap keputusan di buat bersama, bukan didasarkan atas pandangan pribadi akan kemajuan perusahaan.
3.       Ingatlah selalu bahwa komitmen kita berpengaruh terhadap masalah yang di hadapi, jika kita merubah komitmen berarti merubah situasi yang telah di atur.
4.       Jika alternative terakhir adalah merubah rencana sebaiknya memikirkan solusi yang terbaik dari perubahan rencana tersebut dengan menilai sisi keuntungan dan sisi kerugiannya.
5.       Perencanaan yang baik adalah dengan mengatur 100 langkah kedepan dengan melihat dari keuntungan dan kerugian yang nanti akan dihadapi.
Semoga nantinya rencana kerja ini dapat berjalan semestinya sesuai dengan visi dan misi bersama dengan tidak mengindahkan komitmen.

Minggu, 15 Agustus 2010

Budaya Santun VS Lumpur Lapindo dalam aspek psikologis



Budaya santun yang khususnya diadopsi oleh budaya jawa yang banyak mencerminkan nilai-nilai pribadi yang baik kini tidak lagi bisa kita lihat. Apalagi suku jawa termasuk suku mayoritas di Negara Indonesia ini. Kejadian yang akhir-akhir ini diperbincangkan yaitu masalah Lumpur lapindo yang terjadi di sidoarjo secara perlahan-lahan tetapi pasti merusak budaya santun yang kita miliki khususnya Jawa. Setelah hampir 2 tahun menanggung penderitaan yang cukup berat dan penuh ketidak pastian, membuat budaya santun tergerus oleh arus Lumpur lapindo. 

Luapan-luapan emosi yang terdiri dari beberapa desa yang sudah terendam oleh Lumpur lapindo kini terlihat jelas di wajah mereka, yang dulu nya penuh bersahaja. Setumpuk persoalan yang dihadapi,mulai ketidakjelasan pembayaran ganti rugi,lindapnya sejarah hidup karena tanah kelahiran lenyap, terlebih merasa terasing di pengungsian, membuat wajah-wajah kesederhanaan khas masyarakat desa luntur. Jangan heran ketika umpatan dan kata-kata kasar meloncat dari orang-orang yang merasa terkungkung di Pasar Baru Porong, sebuah kawasan yang selama ini dijadikan tempat pengungsian.Tidak jarang, kata-kata kasar itu keluar di hadapan anak-anak.Tak pelak, sejumlah anak di bawah umur semakin terbiasa dengan budaya kekerasan yang mulai menyeruak di tempat pengungsian. Budaya santun yang makin lama hilang dari seperti hilangnya desa mereka yang terendam Lumpur merambah ke factor kejiwaan.

Jika diamati sistem pengendalian sosial di jawa yang utama adalah menempatkan masyarakat beserta adat istiadatnya secara dominan yang menentukan arah perilaku individu-individu warganya. Kepentingan individu diserasikan secara harmonis dengan kepentingan kolektif atau masyarakat keseluruhan. Masyarakat jiwa dikatagorikan dalam sistem budaya yang mengutamakan nilai keserasian hidup kolektif. Perwujudan dari nilai keserasian hidup dapat dilihat dari praktek kerja bersama yang disebut gotong royong.  Kerukunan bersama ini didasarkan oleh “emapat dasar sifat manusia” yaitu simpati, keramahan, keadilan dan kepentingan pribadi yang selaras dengan tatanan social menurut adat istiadat.

Berdasarkan cara berfikir tertentu, manusia jawa memandang nilai hormat dan rukun  memiliki makna amat penting dan berharga dalam interaksi dengan sesamanya. Rukun adalah suasana yang dicita-citakan dan diharapkan dapat dipertahankan dalam hubungan social seperti, keluarga, kelompok, komunitas kampong, desa dan kota. Ketika nilai hormat dan rukun dapat dipraktekan maka akan dapat dicapai suasana harmonis, seimbang dan selamat. Suasana selamat adalah keadaan psikologis ketentraman batin yang tenang. Semua prose situ dilandasi oleh nilai-nilai luhur dalam ungkapan jawan yang berbunyi  sepi ing pamrih, rame in gawe, mamayu hayuning bawana dalam artian “menjadi bebas dengan kepentingan sendiri, melakukan kewajiban-kewajibannya, memperindah dunia” diterjemahkan oleh Frans Magnis Suseno (1988:38). Agar dapat menjalankan nilai luhur ini, menurut orang jawa di reformulasikan oleh Magnis Suseno (1988: 139-159) orang harus melalui dalil empat sikap yaitu :  

  1. Sikap batin yang tepat
Sikap batin yang tepat dapat diartikan sebagai cara berfikir yang benar dan direalisasikan melalui proses mawas diri yaitu sikap batin untuk intropeksi keadaan diri individu itu sendiri. Hasilnya ialah sikap jawa yang waspada, suatu keadaan yang selalu siap menghadapi segala sesuatu yang mungkin terjadi dan kondisi eling keadaan selalu ingat akan keberadaan dirinya sebagai mahkluk ciptaan tuhan. Orang jawa wajib selalu sadar dari mana asal-usulnya, kewajiban apa yang harus dilakukan, dan kemana arah tujuan hidupnya.
  1. Tindakan Yang tepat
Sikap batin yang tepat menentukan tindakan yang tepat adalah perwujudan dari ungkapan rame ing gawe atau dharma yang berarti rajin bekerja menjalani kewajiban untuk kepentingan keseluruhan masyarakat yaitu, bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan kesejahteraan manusia pada umumnya. Manakala banyak orang yang telah mampu mawas diri artinya memiliki sikap bathin yang tepat dengan sendirinya orang itu telah bekerja menjalanlankan kewajibannya.
  1. Tempat yang tepat
Begitu manusia jawa mampu bertindak secara benar berarti ia telah memenuhi kewajiban tugas hidupnya. Tindak tanduk yang ia lakukan merupakan kewajiban social yang sitentukan oleh lingkungan social yang di tempati
  1. Pengertian yang tepat
Kemampuan manusia untuk memahami bagaimana ia harus bersikap batin yang tepat, bagaimana ia harus bertindak dengan benar, dan dimana ia harus menempatkan diri secara tepat dalam struktur hubungan-hubungan social dengan keselarasan lingkungan alam. 

Dua Macam Reaksi Traumatis
Peristiwa traumatis seperti tsunami, lumpur,perkosaan,tabrakan,dan kebakaran hebat biasa mengakibatkan dua macam reaksi psikis. Dalam Diagnostic and Statistical Ma-nual of Mental Disorders (1997), tercatat dua disorders atau kelainan psikis yang diakibatkan antara lain oleh peristiwa traumatis. Yang pertama adalah posttraumatic stress disorder (PTSD) atau kelainan psikis pascatrauma dan kedua adalah acute stress disorder (ASD) atau kelainan psikis akut. Kendati demikian, mayoritas peneliti dan praktisioner seperti mereka di Pusat Kesehatan, New South Wales, Australia (2000) lebih mengutamakan PTSD daripada ASD.Masa berlangsung ASD hanya dua hari sampai satu bulan. Setelah itu, derita psikis akibat peristiwa traumatis itu beralih menjadi PTSD.
ASD sering diabaikan para praktisioner dalam diagnosis karena–– selain masa berlangsung ASD singkat––kedua-duanya selalu didahului oleh gejala umum yang disebut posttraumatic stress reactions (PTSR). Jadi, ASD ”terjepit” antara PTSR dan PTSD. Berliner dan Brier (1999) melalui artikel ”Trauma, memory, and clinical practice” mensinyalir bahwa para korban bisa mengalami brief psychotic disorder( BPD) atau kelainan psikotik yang berdurasi antara satu sampai 30 hari.
PTSR Berlanjut ke Lingkaran Setan
PTSR sebenarnya merupakan gejala umum dan normal dialami setiap orang yang mengalami peristiwa traumatis. PSTR itu terjadi segera setelah peristiwa traumatis berlangsung. Reaksi traumatis di atas dialami hampir setiap korban. Namun, jangan sampai reaksi normal ini berlanjut ke tiga gejala stres yang disebut gejala PTSD. Dalam kasus korban tsunami di Aceh, dalam penelitian tahun lalu penulis menemu-kan bahwa seperempat dari populasi mengalami gejala-gejala tersebut.Banyak penelitian sebelumnya tentang bencana juga me-nemukan angka persentase serupa.
Orang bisa membayangkan bahwa 5.250 dari 21.000 korban lumpur itu akan mengalami lingkaran setan ini jika tidak ditangani dengan tepat. Gejala pertama dari lingkaran setan PTSD adalah ”mengalami kembali” peristiwa tragis itu (re-experiencing). Pengalaman kembali itu sebenarnya lebih bersifat kognitif, yaitu korban itu mengenang kembali derita akibat peristiwa itu. Jika melihat pemicu seperti banjir,becek,air mancur,berita tentang lumpur Lapindo, maka pikiran penderita bergejolak tak keruan. Ia lalu menjadi gelisah. Mengatasi kegelisahan, ia berusaha menghindari (avoidance) gejolak pikiran. Macam-macam upaya dilakukan untuk menghindar dari pikiran kusut. Masalahnya, semakin dihindari, pikiran itu justru semakin mengganggu.  Untuk gejala kedua yaitu avoidance of stimuli adalah upaya menghindar yang menetap terhadap hal-hal yang mengingatkan pada peristiwa traumatik dan penumpulan respons terhadap stimulus tersebut.
 Gejala ketiga yang disebut hyperarausal alias reaksi spontan berlebihan. Menurut J Jones dan D Barlow (1990),gejala ini sebenarnya merupakan alarm tanda peringatan bagi korban akan adanya pemicu (trigger) atau munculnya gejolak pikiran (reexperiencing). Saat muncul hyperarausal, korban lalu beralih ke mekanisme avoidance. Hyperarausal bisa berbentuk insomnia (susah tidur), waswas, degdegan, latah (tindakan tiba-tiba tanpa pikir panjang).
Untuk dapat menegakkan diagnosis PTSD, simtom-simtom tersebut harus muncul setidaknya 1 bulan setelah terjadi peristiwa traumatic.
Sudut Pandang Psikologis
Ahli psikologi behavioristik berpendapat bahwa PTSD muncul karena adanya proses belajar melalui kondisioning klasik terhadap rasa takut. Sedangkan teori psikodinamika yang dikemukan oleh Horowitz (1986) menyebutkan ingatan tentang peristiwa traumatic muncul secara konstan pada pemikiran seseorang dan sangat menyakitkan sehingga mereka secara sadar menekannya (supresi) atau merepresnya





Sabtu, 14 Agustus 2010

"Kecelakaan Itu "





II. Kecelakaan itu......

Aku banyak sekali mengalami hal-hal yang menyenangkan bersama teman-temanku dan bersama keluargaku hingga pada tanggal 22 Oktober 1991 saat dimana aku mengalami suatu kejadian yang menimpa keluargaku tapi kejadian itu akhirnya berimbas kepadaku nasibku.

Pada hari itu, bapa mengajak kami bertiga jalan-jalan. Aku senang sekali bapa mengajak kami bertiga jalan-jalan menikmati keindahan kota Tanjung Pinang dengan mobil angkutannya wira santi. Sedangkan mobil yang lain masih di bawa oleh pegawai ibu untuk memenuhi setorannya.

Bapa pun menjanjikan bahwa Jam 1 siang kami akan berangkat setelah makan siang kami pun berencana untuk pergi jalan-jalan dengan mobil angkutan umum. ”dhani, cepat ganti baju sana” bapa pun mulai menyuruhku untuk mengganti bajuku.

Aku pun naik keatas dan  mulai bergegas untuk mengganti baju pergi sebelum berangkat. Kulihat Bapa sedang menyiapkan beberapa botol air jika nanti kehausan. Aku berusaha untuk membantu bapa untuk menaruh botol-botol minuman itu di Mobil angkutan kami.  

Sedangkan kakakku, mas uno disibukkan dengan mainan yang akan dibawa dan menemaninya dalam perjalanan.

Aku mengabaikan apa yang dilakukan masku. Aku juga harus mempersiapkan diri untuk barang apa saja yang mesti aku bawa dan membuat aku nyaman.

Aku pun bergegas lari ke lantai 2  untuk mengambil bantal kesayanganganku dan kutaruh dengan posisi yang membuat diriku senyaman mungkin di mobilku. Ini untuk mengatasi jika aku mengantuk nantinya aku bisa tidur dengan menggunakan bantal itu. Jika aku memgantuk dan tidak ada penumpang biasanya aku memilih untuk ke bangku belakang untuk aku kuasai dan dengan mudahnya aku dapat tertidur. Ketika aku meletakkan bantal tersebut aku melihat adikku adi yang merengek kepada ibu untuk ikut bersama bapa. Tapi ibu yang tidak mengijinkannya karena merasa kesepian jika semuanya harus pergi berjalan-jalan. Ibu justru menyuruh adikku untuk menemaninya.  

Bapa sempat menanyakan kepada de adi Apakah adi ingin ikut juga jalan bersama-sama kami. Kulihat adikku dengan manjanya mengangguk menandakan kalo dia ingin pergi bersama kami juga. Bapa pun menyuruhnya adikku bergegas untuk berganti baju dan mengabaikan larangan ibuku.  Akhirnya Bapa pun akhirnya mengajak adi berjalan-jalan bersama kami.

Bapa selain membawa kami jalan-jalan ia juga mengajak beberapa anak-anak tetangga. Bapa bermaksud untuk mengajak kami ke taman kota di pusat kota tanjung pinang. Asyik  aku sudah tidak sabar lagi melihat air mancur itu. Huh apalagi disana katanya ada permainan mobil-mobilan baru untuk anak kecil. Aku ingin sekali mencobanya. Sabtu lalu bapa belum sempat mengajak kami berjalan-jalan sehingga kami sempat absent di minggu lalu. Padahal aku selalu merengek untuk bapa agar mengajak kami. Akhirnya minggu ini bapa mengabulkan keinginanku. Sudah tidak sabar rasanya aku ingin mencoba permainan baru itu.

”ada yang ketinggalan?” bapa menanyakan itu kepada kami yang telah siap untuk berangkat. Aku dan mas ku menggelengkan kepala yang menandakan tidak ada barang yang ketinggalan. Dan kami siap untuk berangkat.  Uh...rasanya aku sudah tidak sabar menunggu untuk mencoba permainan itu. Hayo cepat berangkatku. Ucapku dalam hati.

Tapi di tengah perjalanan kami, aku sempat kecewa ketika ada calon penumpang yang memyetop mobil bapa. Aku berharap bapa tidak memberhentikannya dan terus saja menuju taman kota tetapi kali ini Bapa memberhentikannya. Sebenarnya bapa sama sekali tidak berniat untuk mengambil penumpang dijalan, namun sosok bapa  bukanlah orang yang gampang bilang ”tidak”.  

Hal ini yang membuat aku sebal dengan bapa, padahal perjanjian pertama dengan Bapa bukanlah akan mengambil penumpang tapi langsung ke taman kota. Ku lihat wajah adikku yang masih senang dan sangat menikmati perjalanan dengan bapa. Adikku tidak memperdulikan bapa yang mengambil penumpang. Sedangkan mas ku disibukkan dengan pemandangan mobil yang menarik baginya atau terkadang dia sibuk memainkan mainanya yang tadi di bawanya.  Sedangkan aku yang masih terus menggerutu karena kami tidak sampai-sampai ke taman kota. Berulang kali aku menoleh kebelakang berharap satu persatu penumpang habis tetapi bapa masih terus saja memberhentikan ketika ada penumpang lagi yang menyetop mobil bapa.

Sejak berangkat kami bertiga duduk di depan. Cukuplah untuk bangku sepanjang itu untuk tubuh kami yang terbilang kurus untuk menduduki bangku didepan.  Dan tidak ada satu pun dari kami yang mau duduk dibelakang. Jadi mau tidak mau bapa harus menempati kami semua untuk menempati bagian tempat duduk didepan. Terkadang selama perjalanan mas ku selalu bersenda gurau padaku hanya untuk menggodaku atau sekedar membuat aku menangis. Hingga bapa terkadang menjewer telinga mas ku untuk jangan menggodaku lagi. Kalo sudah begitu mas ku hanya diam dan tidak mengulangi perbuatan nya padaku.

Sepanjang perjalanan aku meminta bapa untuk membelikan aku jajanan jika aku melihat jajanan yang enak dan menggugah seleraku. Terkadang aku membuat iri mas ku dengan ulahku yang seperti ini. Kalo sudah begini pasti kami berantem lagi sepanjang perjalanan. Bapa biasanya lebih membela aku dibanding masku. Padahal aku juga iseng menggoda masku. Kasihan juga mas ku selalu di marahi bapa sepanjang perjalanan. Tetapi justu aku yang tertawa kegembiraan karena akulah pemenangnya.

Hari sudah menjelang sore, kulihat para penumpang yang makin sore kian menyetop mobil bapa. Aku pun selalu cemberut ketika setiap penumpang yang menyetop mobil bapa. huh kapan akan selesainya jika begini. Pikirku dalam hati. Sudah 2 jam lamanya waktu yang kami habiskan untuk mengantarkan penumpang. Padahal jarak antara ruko ku dan taman kota dapat di tempuh hanya dengan waktu setengah jam saja.   

Apakah ini artinya bapa tidak sempat mengajak kami untuk berhenti di taman kota, padahal kami ingin sekali menikmati air mancur yang ada di taman kota itu.

Biasanya penumpang bapa tidak sebanyak ini dan jaraknya pun lumayan jauh.  Penumpang yang tidak ada habisnya pikirku. Karena setiap ada calon penumpang, bapa selalu memberhentikan mobil angkutannya. Aku yang sebel melihat hal seperti ini. Mengapa seh bapa tidak melanjutkan saja mobil angkutannya untuk terus saja berjalan tidak perlu berhenti dan menutup pintu belakang. Kalo sudah menutup pintu belakang itukan berarti bapa sudah tidak berniat untuk mencari calon penumpang lagi. Biasanya juga pintu belakang ini di tutup oleh bapa. Mungkin saja terdapat anak-anak tetangga yang diajak bapa berjalan-jalan juga, akhirnya bapa lupa untuk menutup pintu belakang. Kalo sudah begini mau tidak mau bapa harus mengantarkan seluruh penumpangnya.

Aku sendiri sudah merasa bosan hingga terkadang mengeluh kepada Bapa. Tapi bapa terus saja untuk mengantar penumpang dan mengabaikan aku yang sedang rewel ini. Bapa sempat menyuruhku agar tidak rewel, dan sempat membelikan aku jajanan agar aku tidak rewel dan tidak usil yang itu bisa menganggu konsentrasi bapa dalam menyetir mobil. Tapi ulahku tetap saja tidak mau diam di hadapan bapa.

Aku pun sempat menanyakan kepada Bapa, apakah kami jadi ke taman kota. Bapa hanya menenangkan aku katanya bersabarlah hingga bapa selesai mengantarkan para penumpang.  Tapi aku sudah tidak sabar, aku lebih baik menyudahi jalan-jalan ini dengan bapa. Muka cemberutku ku tunjukkan kepada Bapa sepanjang perjalanan sebagai tanda kekecewaanku karena bapa mengingkari janji untuk membawa kami berjalan-jalan ke taman kota. Bapa tidak menyadari akan hal itu. Bapa malah asyik mengobrol dengan salah satu penumpang disini. Huh rasanya aku ingin mengakhiri pembicaraan bapa dengan penumpang itu. Rasanya aku ingin sekali berkata bapa cepatlah untuk mengajak kami ke taman kota itu.

Tetapi menjelang jam 5 sore aku dan adikku kompak meminta pulang kerumah kepada Bapa. Kalo sudah begini mau tidak mau bapa harus menuruti kami karena Kali ini adikku ingin makan di rumah sedangkan justru aku kebalikannya perutku sakit sekali aku ingin sekali kebelakang. Sedangkan aku berusaha untuk mengabaikan untuk sementara waktu keinginan ku  yang akan ke taman kota tersebut. Padahal aku menginginkannya, tapi mau tidak mau aku harus mengatasi perutku ini. Aku tidak mau kejadian kedua kalinya terulang kembali ketika aku buang air besar di celana.

Sedangkan mas ku tidak mau turun dari mobil. Dia sangat menikmati perjalanan dengan Bapa. Padahal kali ini aku yakin jika bapa tidak akan mengajaknya ke taman kota karena masih banyak penumpang yang masih belum di antar.

Walaupun ibu menghampirinya untuk turun dan makan terlebih dahulu, mas ku tetap kekeh untuk memilih ikut bapa melanjutkan perjalanan. Bahkan ibu sempat beradu pendapat untuk menyuruh mas ku makan terlebih dahulu.  Ibu menyuruh bapa untuk menunggu nya sebentar karena ibu akan menyiapkan mereka makanan. Ibu pun bergegas kembali ke dalam ruko untuk menyiapkan bapa dan mas ku makanan.

Pada waktu itu, ibu kembali mengingatkan Bapa untuk dilanjutkan esok harinya Atau setidaknya istihatlah dahulu di rumah. Bapa mengabaikan perkataan ibu, bapa malah melanjutkan kembali perjalanannya karena bapa harus mengantarkan penumpang yang lain. Sekarang yang tinggal hanya bapa dan mas ku dan beberapa penumpang untuk melanjutkan perjalanan. Ibu pun tidak bisa melarang bapa, karena masih ada penumpang yang ada di mobil itu. Ibu hanya berpesan kalo sudah antar semua penumpang agar cepat-cepat sampai rumah.

Saat itu adikku rewel sekali minta di suapin sama ibu. huh sedangkan aku masih merasa kecewa dengan bapa karena niat kami untuk mengajak ke taman kota akhirnya gagal dikarenakan banyaknya penumpang. Padahal aku sudah membayangkan akan mencoba semua mainan baru itu di Taman kota.

 ”kamu udah makan, dhan?” Tanya ibu kepadaku. Sebenarnya aku sudah kenyang karena sepanjang perjalanan tadi bapa selalu membelikan aku jajanan. Tapi rasanya bagiku kurang lengkap jika belum mencicipi makanan ibu. Akupun dengan manjanya meminta ibu untuk mengambilkan aku makanan dan aku meminta nya untuk menyuapi aku juga.

Setelah perut kami kenyang aku dan adikku kembali bermain di rumah, dan menemani ibu di saat ibu sedang banyak pelanggan. Terkadang aku juga sering bercanda dengan ibu dikala ibu tidak melayani pelangganya. Ibupun sempat menanyakan kepadaku kemana saja aku, adik dan bapa pergi. Aku pun menerangkan kepada ibu dengan antusiasnya bahwa bapa terlalu asyik dengan penumpang dan tidak jadi membawa kami ke taman kota, ibu pun mendengarkanya sambil memainkan rambutku untuk diikatnya. Ibu hanya tersenyum ketika aku mengeluh kepada ibu mengenai kekesalan kepada bapa yang akhirnya tidak jadi untuk mengajak kami ke taman kota.  

Pelanggan pun mulai berdatangan kini ibu harus melayani para pelanggannya. Ketika pelanggan mulai berdatangan aku pun kembali ke atas untuk menonton TV. Karena ibu harus melayani para pelangganya, aku mengajak adikku untuk tidur diatas tapi dia tidak mau. Dia harus tidur bersama ibu diatas, sedangkan aku langsung ke atas dan mengabaikan adikku. Kulihat adikku yang tidak bisa lepas dari pandangan matanya ke ibu. Tak terasa sudah jam 8 malam aku menonton TV.

Aku pun merasa bosan hingga kembali aku turun ke bawah kembali. Dan aku pun kembali bermain bersama adikku. Terkadang sering sekali aku menggoda adikku ini. Kalo sudah begini ibu sering menegurku agar jangan selalu menggoda adikku. Jika ku pikir adikku saja yang terlalu berlebihan sehingga dapat bermanja-manja dengan ibu jika aku telah menggodanya hingga menangis.

Pukul 8.30 malam saat ibuku membuatkan nasi goreng untuk pelanggannya tiba-tiba sesosok laki-laki datang menghampiri ibu dan membawa pesan yang singkat dan sangat penting sehingga membuat Ibu terkaget mendengarnya. Hingga tiba-tiba ibu menghentikan membuat  nasi goreng untuk pelangganya. Dan ku baca wajah ibu penuh dengan rasa kepanikan.

Aku memperhatikan ibu yang Hampir saja menjatuhkan wajan nasi goreng yang hampir saja terlempar, karena terkena tangan ibu.  Untung saja bibi sempat tanggap dan berusaha meraih wajan itu agar tidak terjatuh. Bahkan pelanggan ibu sempat terkaget melihat ibu yang penuh dengan kepanikan itu.

Aku bingung sekali karena aku melihat kepanikan di wajah ibu. Apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat ibu seperti ini. Ibu pun memanggil bibi, untuk dapat meneruskan kembali nasi goreng yang ibu buat ini. Wajah kepanikan ibu terlihat jelas sekali.  Mata ku pun tak pernah lepas untuk selalu memandangi gerak-gerik ibu. Ada apa yah dalam hatiku ini.  Bibi sempat di beritahu sekilas sebenarnya apa yang terjadi. Rasa penasaran dan ingin tahuku menghinggapi pikiranku.

Saat ini yang ibu lakukan yaitu tanpa mengganti baju, ibu mengambil tas dengan bawaan seadanya lalu tergesa-gesa pergi meninggalkan kami tanpa berpamit dan menjelaskan apa yang terjadi pada kami. Ibu pun tidak dapat berkata apa-apa pada kami tentang apa yang sebenarnya terjadi. Karena bibi tersebut disibukkan untuk melayani pelanggan yang tersisa.  Bahkan bibi pun tak sempat di tinggali pesan oleh ibu untuk melayani pelanggan.

Aku ingin sekali menanyakan kepada ibu sebenarnya apa yang telah terjadi dengan ibu mengapa ibu terlihat panik sekali. Aku ingin sekali menghampiri ibu dan menanyakan ini kepada ibu. Tapi belum sempat aku menanyakan ibu sudah bergegas pergi meninggalkan kami. Bahkan tanpa mengajak adikku, biasanya adikku jarang sekali di tinggal oleh ibuku. Kalopun harus di tinggal oleh ibu, biasanya di tunggui oleh bapa.  Tidak seperti biasanya ibu seperti ini.

Aku pun mencoba menghampiri bibi untuk menanyakan sebenarnya apa yang terjadi dengan ibuku. Tapi aku hanya dapat memperhatikannya bibi di sibukkan dengan pelangan-pelanggan yang masih tersisa untung saja bibi hanya meneruskan sisa nasi goreng itu. Biasanya ibulah yang selalu masak. Ibu tidak pernah dapat untuk mempercayai siapapun itu untuk memegang kendali untuk memasak. 

Setelah bibi merasa agak santai, aku pun menghampiriya dan memberanikan diri untuk menanyakan kepada bibi sebenarnya apa yang telah terjadi pada ibu? Tetapi bibi mengabaikan aku. Apakah sebenarnya bibi sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan ibu? Ah sebel kenapa seh dengan bibi. Pikirku

Aku tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari bibi yang menjawab atas rasa penasaranku ini.  

Satu jam setelah itu, aku masih bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi dengan keluarga kami. Aku tak henti-hentinya berjalan ke luar berharap bapa atau ibu sekalipun datang kembali. Tapi sayangnya itu tidak terjadi. Tidak terlihat sedikitpun bayangan bapa dan ibu dari kejauhan.

Saat ini adikku sudah mulai rewel karena ibu yang telah lama pergi meninggalkan. Aku pun berusaha untuk membujuk adikku dan mengajak kembali bermain. Huh susah sekali membujuk adikku ini. Bahkan adikku kali ini menanyakan kemana ibu. Sesungguhnya aku sendiri tidak mengetahui kemana ibu pada saat itu lalu bagaimana menjawab pertanyaan adikku ini. Aku pun berusaha untuk mengabaikan pertanyaan adikku ini seperti hal nya yang bibi lakukan kepadaku. tapi rasa penasaranku tidak bisa lepas dari benakku ini. 

Ah..... Mengapa ibu belum pulang? Dan biasanya bapa akan pulang jam 9 malam, tapi sampai jam segini aku belum melihat tanda-tanda kemunculan bapa. Aku tahu jam pulang bapa karena biasanya bapa tidak perrnah lebih dari jam 9 ketika mengajak kami berjalan-jalan. Bapa pun tidak pernah telat ketika akan pulang ke rumah. Tapi jam segini mereka semua tidak ada.

Bibi menolak satu pelanggan karena memesan mie goreng. Kali ini bibi hanya melayani masakan yang telah di masak ibu tadi pagi saja. Bibi hanya melayani jika orang memesan nasi rames dan minuman saja. Bibi masih sibuk melayani pelanggan.  Aku sendiri tidak ingin menganggu bibi dalam bekerja.

Aku sendiri juga harus mengatasi jika adikku kembali rewel. Aku berusaha selalu mengajaknya bermain. Huh tapi adikku masih rewel saja mencari keberadaan ibu. Terkadang aku kesal sendiri padahal aku sudah berusaha untuk mengajaknya bermain. ”Ayolah de jangan menangis lagi” ucapku kepadanya. Terkadang aku ingin meninggalkan adikku sendiri dan membiarkan adikku menangis sendiri tapi aku tidak tega untuk melakukan itu kepada adikku. Apalagi kulihat bibi masih disibukkan dengan pelanggannya pasti tentunya adikku tidak dapat diatasinya.

Sedangkan aku sendiri berkutik terhadap pertanyaan-pertanyaan yang terus saja muncul di benakku. Kemana mereka semua? Aku hanya bisa bertanya dalam hati dan tak pernah tahu jawaban-jawabannya. Aku beranjak meninggalkan adikku dan menghampiri bibi untuk mencoba bertanya bibi tentang hal ini, bibipun tidak memberikan aku jawaban yang memuaskan untukku. 

Aku hanya kembali lagi ke adikku ku, ”ah  de adi sepertinya sudah mulai mengantuk”.Ucapku dalam hati. Adikku mulai ku ajak tidur diatas tapi dia tidak mau sebelum ada ibu sampingnya. Dia pun ingin menunggui ibu pulang. ”Ya sudahlah” Pikirku. Aku menyiapkan segalanya agar membuat adikku merasa nyaman tidur di mini bar itu.

Aku pun bergegas ke atas untuk mengambilkan adikku sebuah bantal agar dia dapat tidur di ruang mini bar itu. Aku pun menyiapkan adikku untuk tidur, adikku kembali menanyakan mengapa ibu belum pulang. Aku berusaha membujuk adikku agar dia bisa tidur.  Setelah berapa lama kemudian akhirnya dia tertidur juga pikirku dalam hati. Huh bagus deh.

Setelah adikku tertidur rasanya aku ingin berjalan-jalan keluar untuk mengatasi rasa kebosananku ini. Setiap aku menanyakan kemana ibu kepada bibi, bibi tidak memberikan jawaban atas pertanyaanku. Aku hanya memandangi pemandangan diluar saja berharap aku akan melihat mobil angkutan bapa. Aku hanya mencoba berjalan-jalan untuk mengatasi rasa kebosanan. Terkadang aku hanya mondar-mandir di luar tidak tenang untuk menunggu kehadiran ibu. Bibi sempat menyuruhku agar masuk ke dalam rumah dan berusaha untuk menenangkan diriku.

Masih ada satu pelanggan yang akan menghabiskan minumannya. Aku melihat kedalam ku melihat bibi yang sedang berusaha untuk menolak semua pelanggan ketika mereka mulai berdatangan. Biasanya ibu menutup restoran kami jika memang telah benar-benar sepi. Tidak jarang kami selalu tutup di jam 12 Malam.  Bibi meminta bantuanku untuk membantuya menutup restoran ini secepat mungkin dengan merapikan barang-barang yang bisa aku bereskan.

Bibi pun menutup rooling door dan merapikan seluruh kursi dan meja untuk dapat dimasukkan ke dalam dan ini menandakan restoran kami yang telah tutup. Tapi kemana ibu, hingga jam 10 malam belum pulang?

Aku masih saja terus memikirkan keadaan Bapa. Bapa tidak pernah terlambat pulang jika mengajak kami jalan-jalan dengan mobil angkutannya. Rasa khawatir ini terus bermunculan di alam pikirku.

Aku pun mendekati bibi dan bertanya kepadanya. ”Bi, kenapa ibu pergi malam-malam?” Bibi sekali lagi tidak menjawab atas pertanyaanku, bibi hanya memperhatikan mimik mukaku yang penuh tanda tanya ini. Aku mengulangi pertanyaan ku kembali kali ini aku meminta bibi untuk menjawab dengan setengah memaksa. Bibi pun tetap tidak bergeming.  Bibi kemudian mengalihkannya dengan membereskan dan merapikan meja dan kursi yang ada di dalam. Akupun sempat memohon untuk memberitahuku sebenarnya apa yang telah terjadi dengan ibu. Mengapa wajahnya penuh dengan rasa kepanikan.

Bibi kemudian hanya menyuruhku tidur diatas, dan tak lupa bibi membuatkan aku susu hangat untukku. Sungguh saat ini aku menginginkan bibi menjawab semua pertanyaanku untuk mengatasi semua rasa kekhawatiranku ini. Aku sendiri tidak tahu mengapa bibi tidak menjawab pertanyaanku ini.  

Bibi pun sesakali melihat ke arahku dan memperhatikan ketika membuatkan susu untukku. ”Kamu, minum susu dulu yah”  Aku hanya butuh sebuah jawaban bukan segelas susu yang bibi bikinkan untukku, pikirku.

Aku pun mengambil susu yang bibi berikan untukku dan menghabiskannya susu itu.  Rasa kekhawatiran terhadap ibu dan bapa masih saja belum ingin pergi dari benakku. Sungguh rasanya aku ingin menemukan sebuah jawaban untuk dapat mengatasi semua rasa kekhawatiranku ini.

Kemudian bibi menggendong adikku yang telah tertidur lelap karena kecapean ketika aku mengajaknya bermain. Bibi pun beranjak ke atas dan membaringkan adikku di tempat tidurku yang telah tertidur lelap. 

Aku kecewa karena bibi tidak menjawab pertanyaanku aku. Akupun berusaha untuk menaiki tangga untuk ke lantai atas, kulihat adikku sudah terlelap tidur di tempat tidurku. Tapi aku masih penasaran dan bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi dengan Ibu, bapa, dan masku? Mengapa mereka belum pulang? Pertanyaanku masih ada berada di benakku. Terkadang aku menjadi gelisah memikirkan mereka.

Beberapa menit kemudian aku ingin meminta bibi untuk menemaniku turun kebawah. Karena aku ingin menunggui kepulangan ibu dibawah. Aku sangat ingin menunggu kepulangan salah satu dari keluargaku di bawah dengan ditemani oleh bibi.  Saat ini aku masih belum ingin tidur sebelum ibu dan keluarga yang lain pulang.

Bibi pun melarangku dengan halus, menurutnya aku lebih baik menunggu mereka di lantai atas. Aku pun lalu beranjak dari tempat tidurku dan ku ambil bangku yang didekat TV ku geser hingga sampai ke dekat jendela. Bibi yang melihat ku menggeser bangku, ia pun mengambil bangku satu lagi dan duduk di sampingku.

Aku memandang keluar dari jendela, berharap mobil bapa dapat kutemui. Hingga mataku lelah untuk memandang ke luar tapi mobil bapa belum juga datang. Tiba-tiba aku mulai  mengantuk, bibi pun menyuruhku untuk kembali ke tempat tidur.  Awalnya aku menolak ketika bibi menyuruhku untuk tidur di tempat tidurku, karena aku ingin mendapat kabar sebenarnya apa yang telah terjadi pada kedua orang tua dan masku. Bibi yang melihatku sudah mengantuk mengajakku untuk tidur dahulu.

Bibi pun menenangkan aku yang penuh kegelisahan ini. Bibi tidur di sampingku untuk menemani kami berdua di malam ini. Baru malam ini ibu dan bapa tidak menemani kami tidur bersama. Aku hanya terus memikirkanya hingga mataku akhirnya terpejam juga.

Pukul 4.00 pagi, kudengar suara pintu belakang yang diketuk berulang kali dengan sangat kerasnya. Akupun terbangun ketika ketukan pintu yang paling keras menggugah tidurku. Sejujurnya pada waktu itu aku tidak dapat tertidur lelap seperti biasanya karena aku memikirkan keadaan ibu, bapa dan masku yang belum pulang.

Aku pun sempat terkaget, kulihat bibi yang sedang tidur di sampingku terbangun karena suara ketukan pintu itu.  Aku mulai membangunkan bibi yang tertidur di sampingku.

”siapa yah? Mungkin ibu yah bi?” aku setengah merasa percaya jika suara ketukan itu adalah ibu. ”kayaknya ibu, dhan” jawab bibi dengan memastikan kalo itu benar-benar ibu.

”Yuk, kita ke bawah” Bibipun mengajak diriku untuk ke lantai bawah. Aku hanya sampai di tangga saja. Bibi membukakan pintu belakang, kulihat wajah ibu dibalik daun pintu itu. Wajah yang penuh dengan rasa kepanikan tadi malam masih melekat di wajah ibu, sekarang bertambah dengan wajah yang penuh kesedihan. Aku tidak dapat menangkap sebenarnya kejadian apa yang terjadi dibalik ini semua.

Aku menghampiri ibu dan berusaha untuk memberanikan diri untuk bertanya kepada ibu. ”Ibu, kenapa?” Ibu pun melihat ke arahku dan menunduk. Mata ibu yang berkaca-kaca menahan air matanya yang hendak jatuh, ibu pun sempai membelai rambutku dan memeluk aku. Ibu berusaha tegar di hadapanku. Padahal saat ini aku sendiri tidak mengetahui apa yang terjadi dengan ibu saat ini. Hingga saat ini pun aku belum melihat kedatangan bapa dan masku. Mataku berusaha mencari di sekelilingku tentang keberadaan bapa dan masku tetapi tidak kutemui keberadaan meraka. Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka. Kemudian ibu memelukku melihat diriku yang penuh dengan rasa kebingungan dan rasa penasaran ini.

Ibu hanya bergegas menuju ke lantai atas. Ibu melihat adikku yang tertidur pulas, ibu hanya mencium adikku tanpa berusaha untuk membangunkannya. Ibu masih terus memperhatikan wajah adikku yang masih sedang terlelap tidur.

Aku hanya bingung sebenarnya ada apa ini? Mengapa ibu baru pulang sekarang? Aku belum menanyakan jawaban atas bapa dan masku Mengapa mereka dari kemarin tidak pulang? Kemana mereka pergi? Mukaku yang penuh tanya ini akhirnya dijawab oleh ibu. Akupun mengikuti ibu untuk bergegas ke lantai atas.  

Aku pun duduk disamping ibu dan menanyakan kembali ada apa dengan ibu. Ibu mengajakku ke ruang tengah. Ibupun berlutut di depanku sehingga tinggi ku dan tinggi ibu menjadi sama. Terlihat wajah ibu yang berusaha menerangkan kepadaku sebenaranya apa yang telah terjadi semalam.  

Ibu mengehela nafas dalam-dalam sebelum menjelaskan sesuatu yang sangat penting untukku. Ibu menerangkan dengan intonasi yang sangat rendah dan sedih sekali bahwa bapa dan mas ku kecelakaan.  Aku pun terkaget mendengar apa yang diucapkan ibu seakan aku tidak percaya apakah benar semua yang dikatakan ibu?

Aku memperhatikan wajah ibuku kulihat air mata ibu jatuh perlahan ke pipinya. Ibu sudah tidak dapat lagi menahan air mata sendiri. Akhirnya jawaban itu sudah aku dapatkan. Tapi kini aku mendapatkan berita buruk atas pertanyaanku ini. Saat ini aku hanya bingung dan tidak mengerti hal apa yang bisa membuat ibu kembali tersenyum. Wajah ibu kini terlihat penuh tekanan dan beban yang baru saja di alaminya.

Aku hanya bisa memperhatikan wajah ibu. Wajah ibu yang masih terpancar kesedihan mendalam dan terlihat jelas guratan kesedihan yang terpancar dari wajah ibu. Aku semakin tidak ingin melihat kesedihan wajah ibu. Apakah kesedihan ibu menandakan jika bapa dan masku mengalami kecelakaan yang cukup parah? Sungguh aku belum sanggup jika aku harus kehilangan mereka. Aku pun ingin menangis melihat ibu yang menangis, tapi aku berharap air mataku tidak jatuh disaat ini karena akan membuat ibu sangat sedih jika melihatku menangis. Aku ingin berusaha tegar di hadapan ibu dengan ini semua.

Ibu tidak melanjutkan penjelasannya ibu hanya terlihat seperti orang bingung yang kehilangan kendali berkali-kali aku melihat ibu yang menitikkan air mata yang tidak ingin berhenti. Baru kali ini dihadapanku melihat wajah kesedihan ibu, yang sebelumnya tidak pernah aku melihat ibu dengan keadaan seperti ini.

Ibu pun berdiri dan menuju ke lemari untuk menyiapkan baju-baju bapa, mas, dan ibu dengan tas yang diambil diatas lemari. Aku pun disuruh ibu untuk membersihkan tas yang berdebu ini. Kulihat air mata ibu masih jatuh dikala ibu menyiapkan baju untuk mereka. Bahkan ibu sempat menjatuhkan beberapa baju dari lemarinya. Aku melihatnya dan menghampiri ibu untuk berusaha membantu sebisa mungkin untuk menyiapkan itu semua keperluan ibu sebisaku. Aku tahu saat ini pikiran ibu tidak dapat berkonsentrasi dengan apa yang telah terjadi pada bapa dan masku. Terkadang ibu memperhatikan wajah ku yang masih tidak tahu apa yang dilakukan ibu setelah itu.

Setelah selesai membereskan apa saja barang dan keperluan yang harus dibawa. Ibupun duduk di kursi dan menghela nafas dalam-dalam. Terlihat jelas wajah ibu yang penuh dengan rasa kecapean itu. Aku pun mendekati ibu pada saat itu dan memegang kedua tangan ibu tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ibu yang melihat aku seperti ini, berusaha untuk tersenyum dan membelai rambutku.  Sungguh baru kali ini aku melihat wajah murung ibu yang seperti ini.

Pada kala itu, aku hanya bisa berdiam diri tanpa harus berbuat apa-apa. Aku pun memperhatikan ibuku kembali. Ibuku pun terlihat lusuh dan wajahnya pucat pasi. Guratan wajah ibu yang menunjukkan tekanan yang baru saja dialami.

Saat ini ibu belum makan sedikitpun dari tadi malam. Aku sendiri tidak yakin apakah tenaga ibu masih sanggup untuk pergi kembali. Bibi sempat menawarkan ibu untuk makan dahulu sebelum berangkat. Aku hanya takut ibu akan sakit karena dari tadi malam ibu belum tidur sama sekali. Kantung mata terlihat jelas di wajah ibu.

Bibi berusaha membujuk ibu agar perutnya diisi terlebih dahulu sebelum berangkat. Aku pun juga ikut berusaha untuk membujuk ibu agar ibu mau makan. Akhirnya ibu mau makan, tapi hanya beberapa suap saja.  Ketika ibu makan pun, pandangan mata ibu kosong dan nafsu makan ibu hampir tidak ada sama sekali.  Bahkan ibu sempat bertanya padaku apakah aku telah makan. Aku pun mengangguk menandakan aku sudah makan. Terlihat ibu yang ingin menyuapi aku. Ibu juga menanyakan kepada aku ”de adi rewel kah?” aku hanya mengangguk tanpa bisa berkata apa-apa.

Saat ini yang bisa aku lakukan hanya berdoa semoga tidak terjadi apa-apa dengan Bapa. Aku belum sanggup kehilangan Bapa dan masku. Ibu tidak berusaha menerangkan bagaimana sebenarnya keadaan bapa dan masku.  

Sepertinya ibu akan segera berangkat, aku sendiri tidak yakin apakah ibu mampu berdiri tegak untuk melakukan perjalanan kembali. Ibu cuma menitipkan pesan kepada bibi  yang mengurus kami untuk menjaga kami baik-baik. Sambil menutup tas yang berisi pakaian dan keperluan lainnya.

Aku pun sempat menanyakan pada ibu, kapan ibu pulang? Ibu tak menjawab pertanyaanku, ibu sempat mencium pipiku dan berpesan. ”kamu jangan nakal yah, banyak berdoa yah untuk bapa” sekali lagi ku lihat ibu menitikkan air mata ini ketika memberikan nasehat untukku. Sungguh kali ini aku sudah tidak dapat untuk menahan air mataku. Akhirnya air mataku ini jatuh juga.

Melihat aku yang menangis, ibu berusaha untuk mengusap air mataku ini. ”dhani, sayang doakan ibu, bapa dan masmu yah” ibu mengatakan itu berusaha untuk menahan air matanya agar tidak jatuh kembali. Aku hanya menjawab dengan menganggukan kepalaku.

Ibu pun melihat adikku yang sedang tertidur. Ibu sempat membelai adikku dan mencium kedua pipinya. Lalu ibu menatapku kembali ”Dhan, kamu bantuin bibi jaga de adi yah”. Aku hanya menganggukan kepalaku atas pertanyaan ibu. Beberapa menit ibu memperhatikan adikku. Terkadang ibu menitikkan air matanya dan aku tahu ibu berusaha untuk menahan air mata untuk tidak terjatuh karena ini dapat membangunkan adikku. Pandangan mata ibu masih belum ingin lepas dari de adi. Aku tahu saat ini ibu masih belum tega untuk meninggalkan de adi tanpanya.

Akhirnya ibu melepaskan pandangan mata dan mengambil langkah terburu-buru dan meninggalkan kami. Ibu sempat menitipkan kami ke Bibi yang akan menjaga kami. Untung saja pada saat itu adikku masih tertidur lelap sehingga belum sadar jika ibu telah pulang. Aku hanya takut adikku terbangun ketika ibu mencium pipinya. Adikku akan rewel jika tahu ibunya akan pergi lagi.

Aku tak tahu kala itu Ibu mau kemana? Akhirnya bibi menceritakan bahwa ternyata ibu sendiri memutuskan membawa Bapa ke singapur. Ini dilakukan ibu karena keadaan bapa yang cukup parah. Keadaan yang memaksakan ibu mengambil keputusan untuk ke singapur.

Adikku terbangun ketika ibu telah pergi. Pagi itu adikku sangat rewel sekali, banyak sekali maunya untuk dituruti. Dia selalu menyebut nama ibu ketika dia rewel. Kalo sudah begini aku terpaksa mengajaknya bermain permainannya untuk melupakan sejenak kepergian ibu.

Adikku lah yang tidak mendapat jawaban atas pertanyaanya karena aku sendiri di larang ibu untuk menceritakan hal ini kepada adikku. Adikku sempat kebingungan karena tidak melihat ibu padahal hari sudah berganti.  

Kali ini aku tidak bisa menghibur adikku ketika dia terus-terusan memanggil nama ibu. Sungguh rasanya aku ingin sekali menangis ketika adikku sudah mulai rewel. Biasanya kalo sudah begini aku meminta bibi saja yang mengatasi adikku ini.

Baru kali ini aku di ruko ini terasa sangat sepi sekali. Sebelumnya ibu memesan bibi untuk menjaga rumah selama ibu tidak ada di rumah dan mengurusi segala keperluan kami juga. Kali ini aku harus terbiasa dengan hanya bibi dan adikku yang menemaniku. Aku juga harus terbiasa dengan masakan buatan bibi. Bibi yang selalu menyuapi adikku, jika dia ingin makan. Tetapi sebelumnya pasti akan rewel memanggil-manggil nama ibu. Susah sekali membujuk adikku agar dia mau makan. Aku selalu di libatkan dalam menghibur adikku yang rewel itu. Adikku sepertinya tidak pernah mengerti apa yang sedang terjadi dengan keluarga ini yang diinginkan selalu adalah ”ibu” berada disampingnya. Rasa rindu terhadap ibu terpancar jelas sekali dari wajah adikku. Aku berusaha mengalihkan perhatiannya untuk selalu bermain kepadanya.

Padahal saat ini aku juga sedang bersedih hati. Aku terkadang menitikkan air mata dengan keadaan yang seperti ini. Biasanya ibu sudah membangunkan aku pagi-pagi untuk berangkat sekolah. Tapi kali ini peranan itu harus dipegang bibi sementara waktu.

Pagi ini aku pergi ke kamar  bapa dan ibu yang biasa di tidurinnya, aku hanya berdiam diri dan melihat keadaaan sekelilingnya. Rasa rindu akan kehadiran  bapa dan masku yang ku alami ini padahal baru 3 hari mereka pergi sementara meninggalkan kami. Aku hanya melamun di kamar bapa ini hingga lamunanku dikagetkan oleh suara bibi yang berasal dari lantai bawah untuk menyuruhku makan malam.  

Segala keperluan aku dan adikku mulai hari kepergian ibu hingga waktu yang tidak di tentukan semua diurusin bibi. Hingga aku sekolah pun bibi selalu menyiapkan pakaian kami. Restoran untuk sementara waktu di tutup karena tak ada orang yang bisa dipercayai untuk mengurusi restoran itu. Sebenarnya dapat juga di percaya untuk menjaga restoran kami, tapi bibi sendiri sibuk mengurusi kami. Dan ibu pun sempat berpesan untuk tidak harus membuka restoran.

Rasa rinduku terhadap ibu, bapa dan masku semakin tidak dapat dapat kubendung. Semakin hari semakin ingin sekali aku melihat keluargaku hadir kembali di rumah ini. Aku tidak tahu kapan ibu akan pulang. Aku sangat berharap jika ibu pulang nanti ibu sudah membawakan kabar gembira untukku mengenai keadaan bapa dan masku disana.

Aku merasa sangat khawatir dengan keadaan bapa tidak ada keterangan yang jelas mengenai keadaan Bapa di Singapur. Pada saat itu aku tidak mempunyai keberanian kepada ibu untuk menanyakan lebih detil tentang bagaimana sebenarnya keadaan bapa.

Sedangkan Adikku sendiri sering menanyakan kepadaku ”Ibu, kemana?” terkadang dia menanyakan keberadaan Bapa dan mas juuga. Adikku masih berumur 4 tahun, apakah dia akan mengerti jika aku menerangkan jika bapa dan mas mengalami kecelakaan.

Aku berusaha untuk bermain dengan adikku untuk melupakan sementara kepergian ibu. Adikku bahkan sempat menangis karena tidak menemukan ibu.  Aku sempat bingung dengan keadaan seperti ini. Kalo sudah menangis aku menyerahkannya kepada bibi. Bibi lalu berusaha menenangkan adikku agar dia tidak menangis.

Aku berusaha untuk sekolah dengan berusaha naik angkutan umum pertama kali, karena biasanya bapa lah yang mengantarkan aku ke sekolah. Aku berusaha memberanikan diri untuk naik angkutan umum pertama kalinya. Tadinya aku ingin meminta bibi untuk mengantarkan aku ke sekolah tapi bibi sendiri harus menemani adikku yang kian hari makin rewel saja karena ketidak beradaan ibu menemaninya tidur.  

Ini hari ku pertama di sekolah tanpa di antar jemput oleh bapa. Aku sempat bingung dan takut karena aku tidak pernah naik angkutan umum untuk pergi ke sekolah. Jika aku naik angkutan umum, itu karena bapa yang terkadang menjemputku dengan mobilnya. Agak lama aku menunggu angkutan umum, karena biasanya angkutan umum enggan menaiki anak sekolah mereka lebih memilih orang dewasa karena ongkos tarifnya 2 x lipat dari anak sekolah. Akhirnya setelah menunggu hampir 1 jam lamanya, aku mendapatkan angkutan umum yang mau mengantarkan aku ke jalan Pemuda ke ruko ku. Aku hanya pulang sekolah dengan lemasnya.

Kulihat wajah kesedihan adikku, aku tidak tahu apakah adikku sudah mengerti jika sebenarnya bapa dan mas kecelakaan. Tapi kesedihan yang terpancar pada wajah adikku adalah kerinduan pada sosok ibu. Adikku sangat manja sekali dengan ibu, sehingga terkadang sulit sekali untuk dipisahkan. Bahkan jika ibu belum tidur karena menunggui pelanggannya, adikku tidak mau tidur sendiri. Pasti adikku harus tidur dengan ibu. Hari-hari selama di tinggal ibu aku terkadang mengajak bermain adikku. Tapi tetap saja, wajahnya penuh pertanyaan tentang keberadaan ibu.

Hari ke 3 sejak kepergian ibu ke singapur, aku menantikan ibu akan memberikan kabar dan berusaha menghubungi kami. Tapi belum ada kabar dari ibu, bibi selalu mengetahui jika aku melamun untuk mengingat ibu. Bibi selalu mengingatkan aku untuk selalu berdoa agar bapa dan masku cepat sembuh, hingga kemudian kami dapat berkumpul bersama lagi.

Rooling door depan tidak pernah dibuka sejak kepergian ibu ke singapur karena restoran ini di tutup sejak kepergian ibu. Sepi sekali suasana rumah ini, hanya kami bertiga yang ada di rumah ini. Hari demi hari aku selalu menantikan kedatangan ibu untuk pulang ke rumah dengan membawa kabar gembira. Dan tentunya untuk membawakan bapa dan masku pulang ke rumah kembali.

Sore telah tiba aku terkaget sekali mendengar pintu belakang yang dibuka. Dan ternyata itu ibu. Yah ibu pulang ke rumah. Ibu pulang langsung menanyakan bagaimana keadaaan adikku? Ibu melihat adik turun dari tangga dan menghampirinya lalu memeluknya. “de adi udh makan?” Ibu menanyakan itu kepada de adi. De adi dengan manjanya menjawab“belum”.

Pelukan erat ibu yang penuh kasih sayang masih belum ingin melepaskan adikku adi. Ibu lalu mengeluarkan beberapa roti yang dibawanya dari singapur kemudian memberinya ke adikku. Ibu pun menanyakan kepadaku apakah selama ibu pergi adikku rewel atau tidak? Aku berusaha menjawab seadanya pertaanyaan ibu ini. Aku terus memperhatikan wajah ibu yang tak bisa lepas memperhatikan wajah adikku.  Aku berusaha untuk tidak menghiraukan kalo perhatian ibu jauh lebih besar kepada adikku.

Aku tidak mengerti perasaan Ibu kala itu. Apakah ini artinya bapa dan masku telah sembuh? Tapi sama sekali aku tidak melihat keberadaan bapa dan masku. 

Ibu pulang tanpa Bapa dan masku. Aku pun sempat bertanya kepada ibu dimana bapa dan masku? Dan ternyata Bapa dan masku dirawat di rumah sakit di Singapur dan masih belum melewati masa kritisnya dan tetap harus di rawat inap karena keadaannya belum stabil. Sementara ibu masih kelihatan sibuk untuk mengurusi rencana keberangkatan ibu selanjutnya. Wajah ibu masih memancarkan kesedihan yang mendalam.

Aku senang sekali akhirnya aku bisa melihat ibu kembali, meskipun masih belum bersama bapa dan masku sendiri. Ibu masih belum mau membuka restorannya karena keadaan perasaan yang masih belum memungkinkan. Tapi ibu tiap hari selalu pergi untuk mengurusi segala keperluan untuk bapa dan masku di singapur. Terkadang ibu hanya memperhatikan aku dengan menanyakan apakah aku sudah makan? Aku berusaha mengerti keadaan ibu saat ini. Ketika aku akan pergi sekolah aku tidak lagi meminta ibu untuk mendadani rambutku. Biasanya aku dapat bermanja-manja dengan ibu agar ibu mau menyisir rambutku. Tapi sekarang aku harus berusaha mengerti bagaimana perasaan seorang ibu yang anggota keluarganya baru saja mengalami kecelakaan.

Hari berganti hari hingga setelah 1 minggu kemudian ibu berniat mengunjungi Bapa dan masku di singapur. Terpikir oleh ibu untuk membawa adikku mengunjungi Bapa di singapur.

Ibu pun segera menyiapkan baju adikku, aku sempat bingung karena ibu tidak menyiapkan bajuku aku bertanya dalam hati apakah ibu lupa menyiap baju untukku? Aku pun memberanikan diri untuk bertanya kepada ibu. ”Bu, dhani diajak khan melihat bapa?” ibu mendekati aku ”maaf, dhani ibu tidak dapat mengajak kamu, kamu di rumah sama bibi dulu yah” aku sempat terkaget mendengar jawaban ibu kepadaku. Aku hampir tidak percaya mengapa adikku yang dibawa ibu melihat bapa ke singapur kenapa tidak dengan aku juga? Aku bingung memikirkan lalu bagaimana dengan aku? Tak pernahkah terlintas dibenak Ibu untuk mengajak ku juga? Kemudian aku berusaha memohon kepada ibu agar mengajakku juga. Tapi, Ibu malah memarahi ku, dengan alasan  ”Kamu tak lihat de adi kurus banget ditinggal ibu dan ibu takut de adi sakit” ”Kamu khan bisa sama  bibi dan kamu harus sekolah”  Itulah perkataan ibu yang ku dengar kala ingin pergi ke singapura.

Adikku adi waktu itu berumur 4 tahun dia belum bisa masuk TK sehingga de adi bebas untuk ke singapur karena masih belum bersekolah. Dalam perkatan ibu aku hanya berpikir bagaimana dengan aku? Saat itu Aku juga ingin melihat  keadaan Bapa disana.  Apakah bapa baik-baik saja? Aku takut kehilangan bapa pada saat itu.

Aku bahkan sempat merengek ”Dhani, tidak mau sekolah kalo ibu tidak mengajak dhani.” tapi ibu tidak menghiraukanku. Pikiran ibu terkonsentrasi dengan apa saja barang yang akan di bawa ke singapur. Bahkan  wajah ibu tidak menoleh sedikit pun. Ibu bahkan menganggapku seolah-olah aku tak ada. Ibu menyuruh bibi untuk menyiapkan de adi untuk keberangkatannya ke singapur.  

Berusaha untuk mencari perhatian ibu, dengan memegang erat ujung baju ibu. Tapi ibu masih saja tidak menolehku sedikitpun. Bahkan ibu melepaskan tangaanku dari bajunya.  Akhirnya memohon seperti apapun agar aku ikut ke singapur tidak berhasil juga. Walau aku menangis berguling-guling di lantai ternyata aku tidak membuat Ibu iba kepadaku. Tidak ada ciuman atau pelukan untuk kepergian ibu sewaktu pertama kali ibu meninggalkan rumah sendiri. Ibu bahkan tidak menoleh sedikit pu ke arahku, ibu sibuk untuk menggandeng tangan de adi menuju mobil jemputan. Sebelumnya ibu telah menitipkan ke bibi untuk menemaniku tidur.

Aku bergegas langsung naik ke lantai dua dan tidak ingin melihat ibu keluar dari rumah dengan adikku. Karena aku merasa jengkel dan sangat kesal sekali,  ini tidak adil bagiku. Aku hanya bisa menangis di tempat tidurku memikirkan kenapa ibu tidak ingin mengajakku. Sangat kecewa kepada ibu karena aku tidak diberi kesempatan untuk mengunjungi bapa di singapur. Padahal aku sangat ingin tahu keadaan bapa dan sangat merindukan bapa.

Setelah sejenak bibi berbicara ke ibu, Bibi naik  ke atas menemaniku hingga tangisan ku berhenti. Bibi memelukku dan menenangkanku dengan segala cara.  Aku bahkan di belai bibi, agar aku dapat menenangkan diriku sendiri.  Dan bibi turun ke bawah kembali, untuk mengambil makanan dan menyuapi aku. Tapi aku masih tidak bisa menahan kekecewaan kepada ibu karena ibu tidak mengajakku pergi melihat bapa. Aku sangat merindukan bapa yang hampir 2 minggu tidak aku temui. Ketika ada kesempatan untuk dapat menemuinya tapi kesempatan itu tidak di berikan untukku.  Rasa marah dan kesal masih berkecamuk dalam hatiku.  

Hari pertama di tinggal Ibu aku, bibi menemaniku tidur hingga pagi. Malam ini terasa sangat sepi tak ada de adi, bapa, dan ibu. Bibi dengan sabarnya mengurusi segala keperluanku. Jika aku rewel bibi menenangkan aku dengan segala caranya.