“Sungguh saya belum bisa memaafkan beberapa kejadian-kejadian yang membuat saya semakin terpuruk. Saya belum bisa memaafkan beberapa orang yang mempunyai andil merusak kehidupan saya saat ini! rasa dendam saya memuncak hingga untuk mengingat nama-nama itu saya menjadi sakit yang luar biasa. Itulah yang saya rasakan ketika saya masih menyimpan dendam untuk kejadian-kejadian yang mampu merusak kehidupan saya.”
Jika kita masih memikirkan luka-luka lama maka kehidupan tidak akan pernah berjalan dengan semestinya. Kehidupan bagaikan batu, yang setiap kali kita berjalan selangkah demi selangkah batu itu akan semakin berat. Waktu demi waktu telah berjalan tetapi kita masih saja berjalan di tempat sehingga takut untuk melangkah kembali.
Teringat sebuah cerita klasik antara sang guru dan murid. Dimana sang guru telah sampai kepada pertapaan tertinggi dengan mampu memiliki hati yang suci dan bersih rupanya si murid merasa ingin menjadi seperti sang guru.
Oleh sebab itu pada suatu hari si murid menanyakan kepada sang guru bagaimana caranya agar dia menjadi dirinya? Sang guru hanya tersenyum memandang si murid dan mengatakan “bawakan saya batu setiap kali kau merasa sakit hati, kumpulkan batu-batu tersebut setiap hari. Seminggu kemudian, kembalilah untuk menemui saya. Dan ingatlah bawa lah batu-batu tersebut setiap kali kau ingin melangkahkan kaki” si murid pun merasa bingung dengan pernyataan dari sang guru. Tetapi dengan tekadnya yang bulat dia ingin menjadi seorang guru yang memiliki hati yang suci dan bersih untuk itu dia melakukan segala nasehat yang diutarakan sang guru. Hari pertama ketika dia merasa sakit hati, dia mengambil sebuah batu dan ditaruhnya di tempat telah disediakanya.
Dalam perjalanan dia membawa batu tersebut, ketika menemui orang yang menyakiti hatinya kembali dia mengambilnya lagi begitu seterusnya hingga ketika dia melangkah batu tersebut semakin lama semakin menumpuk. Seminggu kemudian si murid menghadap sang guru dan mengatakan “Batu yang saya kumpulkan sudah sangat banyak, hingga langkah kaki saya merasa lelah untuk berjalan. Saya sudah tidak kuat lagi guru.”
Sang guru lalu menasehati sang murid “begitulah ketika kau membawa luka mu, jika tidak berusaha kau lepaskan satu persatu. Luka tersebut akan terus menumpuk dan kau akan menjadi kesulitan berjalan” dari cerita diatas dapat diambil kesimpulan bahwa lebih baik melepaskan batu-batu tersebut dan meninggalkan di tempat yang tersedia tanpa perlu membawa batu-batu tersebut dalam perjalanan. Batu-batu yang menumpuk semakin lama akan menjadi dendam yang sulit sekali di hilangkan. Bahkan batu tersebut kini sudah menyatu didalam tubuh kita hingga sulit sekali diangkat kembali.
Tetapi ketika kita telah memutuskan untuk meninggalkan batu tersebut, perasaan yang dialami akan semakin ringan. Sehingga kita tidak perlu membawa batu-batu di dalam setiap perjalanan kita.
Jika kita telah terlanjur membawa batu tersebut semakin menumpuk. Cobalah untuk membuat tumpukan batu-batu tersebut menjadi kosong dan tak tersisa dengan melegakan peristiwa yang terjadi di masa lalu adalah sarana pembelajaran yang sangat baik untuk tidak pernah terperosok kembali di lubang yang sama. Lepaskanlah batu-batu tersebut dan berlarilah menyongsong matahari didepannya begitulah prinsip dalam memandang sebuah kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar